Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Test link

Menyusun Thesis dengan Cepat [5]

Pak, Untuk apa sih kita cape-cape berfikir deduktif, membuat meta-analysis dari hasil penelitian sebelumnya, serta membuat state of the art?“, tanya mahasiswa pada pertemuan ke-5 di akhir minggu ini.
Bener pak, kapan kita penelitiannya atau mengambil datanya?“, tambah teman sebelahnya
Saya menangkap ada ketidaksabaran- yang (semoga) menunjukkan keingintahuan yang besar, dari para mahasiswa. Saya pun antusias dan bergairah jika ada pertanyaan kritis seperti itu. Gairah untuk ikut berpikir dan mencari jawaban yang tepat. Toh, bedanya Saya dengan mereka, Saya sudah belajar dan meneliti lebih dulu dari mereka. Suatu saat nanti, mereka dapat melebihi kemampuan dari dosennya.  Sebuah kebahagiaan dari seorang pendidik, yang hanya berikhtiar untuk  mengantarkan mereka menjadi insan yang lebih baik melalui proses pendidikan di perguruan tinggi.
Saya pun mulai berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang benang merah pada proses penelitian. Sebagai pengantar,  Saya bercerita (kembali) tentang “Regresi dan Burung yang Aneh“, sebuah ilustrasi konyol, namun inspiratif, yang Saya dapatkan ketika Saya belajar Metodologi dan Filsafat Ilmu dulu.
13036366231059215887
Ada yang salah dengan cara pengambilan kesimpulan mahasiswa di atas?
Kadang kita terjebak dalam mengutak-atik angka dan analisis statistik, lupa dengan “rahasia” atau ada apa dibalik angka dan  statistik tersebut. Kita pun jingkrak-jingkrak ketika hipotesis kita sudah terbukti kebenarannya, dengan berbagai paparan teknik statistik yang canggih. Kita sering lupa dengan analisis atau interpretasi keilmuan dalam menjelaskan angka atau hasil uji statistik tersebut. Menurut Saya,  angka dan statistik tersebut hanyalah justifikasi atau verifikasi terhadap dugaan-dugaan yang terkait dengan masalah yang ingin kita pecahkan. Ketika kita mencoba menghubungkan angka-angka tersebut dengan masalah penelitian, mungkin kita harus sedikit bersilat lidah dengan mengutip teori ini, teori itu, penelitian si X, penelitian Mr Y, dst.  Terkait dengan dialog konyol di atas, pertanyaan-pertanyaan yang dapat kita lontarkan ke mahasiswa, di antaranya, Mengapa Anda tertarik dengan Y? Mengapa Anda menduga bahwa Y dipengaruhi oleh X?
Masalah ada di sekitar kita
Salah satu materi kuliah yang selalu saya diskusikan di pertemuan pertama adalah bahwa masalah atau pertanyaan penelitian itu ada di sekitar kita. Ketika mereka berangkat dari rumah ke kampus pun pasti melihat berbagai fenomena yang berpotensi untuk dijadikan ide penelitian. Misalnya, ketika mereka makan siang di warung padang, mungkin melihat fenomena tentang perbedaan jumlah pengunjung warung makan, atau ketika duduk di angkot, kenapa supir angkot selalu mengeluh sakit pinggang.
Sebuah fenomena menarik untuk dijadikan bahan penelitian adalah jika fenomena tersebut menunjukkan keragaman atau perbedaan pada obyek yang mempunyai atribut yang sama. Misalkan, Mengapa ada warung makan yang laku dan tidak laku;  Mengapa ada karyawan kantor yang sering  atau jarang main fesbukan, atau contoh lainnya, mengapa ada lulusan perguruan tinggi yang sulit atau mudah memperoleh pekerjaan, dst. Sikap skeptis atau keingintahuan akan mendorong kita mengekplorasian fenomena tersebut lebih jauh dan mendalam. Pada tahap ini kita mulai harus sering membaca. Dan untuk mahasiswa/i yang ada di depan saya saat ini, mereka  sudah banyak membaca, membuat meta analysis dari hasil penelitian sebelumnya, bahkan sudah membuat artikel ilmiahnya.
13035478951883097314
Setelah mengulang inti materi pada pertemuan pertama, saya langsung mengajukan pertanyaan lagi, “Coba Anda sebutkan dulu salah satu research question Anda?”
Faktor-faktor apa saja yang menentukan keberhasilan penerapan e-banking di Indonesia!“, jawabnya, diikuti dengan penjelasan bahwa pertanyaan penelitian tersebut diawali dengan adanya keluhan dan masalah mengenai  layanan e-banking yang pernah dia dengar dan baca sebelumnya. Tak lupa dia pun menjelaskan perkembangan e-banking di Indonesia, termasuk berapa jumlah bank di Indonesia yang telah menerapkan e-banking.
13035471651744905025Ok, sekarang lihat pada peta-konsep yang sudah Anda buat, mau cabang penelitian mana yang akan anda perdalam?
Pak, Saya tertarik dengan proses adopsi dan kualitas layanan E-Banking
Ok, terus anda kan sudah mencari penelitian yang terkait dengan model pengukuran kualitas dan adopsi e-banking, kira-kira apa yang sekarang terlintas di kepala Anda?“, tanya Saya, semoga mereka bisa mulai menemukan benang merah antara masalah, berbagai rujukan yang sudah mereka baca, dan hipotesis yang (moga-moga) tercetus pada jawaban yang sedang saya tunggu-tunggu.
“Fitnah Ilmiah”
Misalkan kita tertarik dengan fenomena tentang “warung makan yang laku dan tidak laku”. Salah satu pertanyaan yang timbul adalah mengapa fenomena tersebut dapat terjadi. Apa yang menjadi faktor penyebannya? Setelah kita mendengar, melihat dan membaca, akhirnya mungkin salah satu dugaan faktor penyebabnya adalah karena nasib atau perbedaan rezeki yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa, atau jangan-jangan mempunyai jimat atau jampi-jampi :) Dalam konteks ilmiah, kesimpulan tersebut bukan berdasarkan cara berfikir ilmiah atau metode ilmiah yang menjadi konsensus atau kesepakatan di ranah ilmiah. Lalu harus bagaimana caranya untuk memperoleh jawaban dari fenomena tersebut?
Secara substansif, ketika anda menduga-duga faktor penyebab dari fenomena laku atau tidak lakunya warung makan, anda sudah mulai membuat “fitnah” (baca hipotesis). Namun “fitnah” tersebut harus ada dasarnya. Disinilah fungsi rujukan atau pustaka yang telah berhasil kita baca sebelumnya. Misalnya anda menemukan hasil penelitian si A tahun sekian di jurnal ilmiah bahwa “bisnis kuliner sangat dipengaruhi oleh kualitas rasa, harga, dan kenyamanan tempatnya”. Atau dari sebuah textbook ditemukan teori lokasi yang menyebutkan bahwa salah satu faktor yang menentukan keberhasilan bisnis kuliner adalah lokasi yang strategis. Dua bacaan tersebut bisa dijadikan dasar anda untuk “memfitnah” atau disebut premis.  Katanya, semakin banyak premis yang berkualitas maka semakin lengkap dan baik premisnya. Makanya kadang ada juga pembimbing yang mengharuskan bimbingannya mencantumkan minimal 5 jurnal international, bahkan mungkin lebih dari itu.
1303549230877329310
Deduksi, Hipotesis, Verifikasi
Anda itu memang baru mencari argumen, fakta, dan rujukan sebagai bahan anda mem-fitnah!“, saya menjawab sambil mendekati papan tulis untuk membuat contoh ilustrasi dari proses penelitian yang tersaji dari sorotan video projector. Saya pun hanya menuliskan tiga kata dalam satu rangkaian, “Deduksi, hipotesis, verifikasi”.
Fitnah tersebut harus terbukti, atau hipotesis tersebut harus dapat dibuktikan benar atau salah. Jadi langkah selanjutnya adalah menrancang tahap penelitian secara sistematis, logis, dan mengacu ke berbagai model atau teknis analisis yang disepakati di ranah ilmiah. Tujuannya adalah menemukan bukti empiris sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa hipotesis tersebut benar atau salah. Akhirnya kita pun mulai mengumpulkan data atau fakta empiris- yang bisa diperoleh dengan mengambil data primer- misalnya dengan menyebarkan kuisener yang telah dirancang sedemikian rupa sehingga terkandung konsep-konsep yang terkandung dalam hipotesis kita. Pada tahap ini, konsep tersebut sudah menjadi sebuah variabel penelitian yang bahkan telah dilengkapi dengan definisi operasional dari variabel tersebut. Maksudnya adalah variabel tersebut sudah dilengkapi dengan proksi atau alat ukurnya- misalnya dengan kuisener tadi atau dengan data sekunder yang dihasilkan oleh pihak lain. Lalu data tersebut mau diapakan?
Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik-teknik tertentu, diantaranya dengan teknis statistik. Tujuannya adalah menemukan jawaban dari hipotesis tersebut. Hmm, mungkin perlu diskusi lebih lanjut mengenai bagaimana cara memilik teknik statistik yang tepat sesuai dengan hipotesis atau tujuan penelitian kita. Terlepas dari kerumitan tantang statistiknya, hasil analisis tersebut akhirnya dapat menemukan bukti empiris tentang benar atau salahnya hipotesis. Namun perlu diketahui bahwa jawaban empiris tersebut adalah sebatas data yang kita kumpulkan. Namun secara statistik, kita bisa melakukan generalisasi atau menarik kesimpulan berdasarkan data yang kita kumpulkan tersebut. cara berfikir ilmiah tersebut dikenal sebagai berfikir induktif, dan proses berfikri induktif tersebut dapat didukung dengan prosedur atau teknik statistik.
Jadi berfikir ilmiah harus terlihat dalam proses penelitian. Tahap penelitian ilmiah di bidang sosial tersebut bisa diringkas sebagai proses “deduksi-hipotesis-verifikasi”. Penjelasan ringkasnya  adalah (1) Tahapan deduktif yaitu  mencari dasar-dasar pendugaan atau hipotesis, (2) proses formulasi hipotesis tersebut termasuk penjelasan variabel-varibel yang terkandung dalam hipotesis tersebut, dan (3) terakhir proses pembuktian atau verifikasi tentang benar atau salahnya sebuah hipotesis berdasarkan hasil analisis terhadap fakta atau data empiris yang kita kumpulkan. Kalu untuk proposal penelitan sih cukup sampai tahap 1 dan tahap 2, ditambah dengan prosedur, langkah atau metode untuk melakukan pembuktian hipotesisnya.
Oh, jadi berdasarkan data dan fakta pendukung, serta teori dan hasil penelitian sebelumnya Saya sudah bisa menyususn hipotesis ya Pak
Yup, coba Anda sebutkan salah satu “fitnah” Anda tentang E-Banking di Indonesia?“, tanya Saya
Demografi dan Psikografi nasabah tidak berpengaruh terhadap persepsi mutu layayan E-Banking, bener gak Pak?”
Bagaimana Anda mengukur demografi, psikografi, dan mutu layayan E-banking?
Saya akan menyebarkan kuisener ke pengguna E-Banking, dan menggunakan metode Webqual untuk mengukur persepsi tentang mutu layanan E-Bankingnya Pak!”,
Saya tersenyum dan menarik napas lega. Akhirnya mereka sudah sampai pada setengah perjalanan dalam proses penelitiannya. Saya pun mematikan video projector dan notebook, dan langsung pamitan untuk meninggalkan kelas.

http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/24/menyusun-thesis-dengan-cepat-5/

Posting Komentar