Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Test link

Tips yang mau pacaran dengan Islami ala Syahadat Cinta ...



Dalam ajaran islam ,dakwah dengan menggunakan metode pengisahan ( story telling ),termasuk dalam bingkai cerpen dan novel ,disebut juga sebagai dakwah bilhikayah ,atau dakwah bil qashash ,tidak kurang dari 18 kali kata qashas yang bermakna kisah atau cerita diungkap dalam Al qur’an

Apabila kita cermati isi Al qur’an adalah hampir sepertiganya adalah al qashash ( kisah-kisah yang mengandung hikmah) yang bertujuan untuk mengingatkan kita agar dapat mengambil pelajaran dari kisah kisah tersebut ,
Namun saying sekali novel yang saya  baca yang tentu saja saya mengahrapakan dapat menginsiprasi hidup saya dalam menjalani hidup ini karena dari judulnya saja berlabel islam yakni novel syahadat cinta by Taufiqurrahman al Azizy
Sebuah novel yang cukup religious dan cerdas mengakali sebuah Al qur’an dan hadis dengan tafsirannya sendiri yang cenderung kebablasan,,dan menggunakan analogi seolah –olah hal ini dibolehkan dalam agama Islam yakni berdua-duan dengan lawan jenis itu boleh-boleh saja ..berikut petikan kisahnya
“kyai tentang saya dan Aisyah yang tiga kali berdua-duaan di belakang pesantren ini merupakan kenyataan yang tidak bisa saya pungkiri ,kalau dikatakan sebagai khwalwat ,saya berkeberatan ,dan bertanya kepada kyai apa sesungguhnya yang disebut khalwat itu ? apakah ia hanya berarti berdua-duan saja ,di tempat sepi ,tanpa dipahami dulu maksud dan tujuan serta aktivitas yang dilakukan selama berdua-duan itu ? kalau ya ,lalu apa bedanya dua orang yang sedang bermesraan dan berpacaran dengan dua orang pegawai kantor yang berada pada ruang yang sama ?apa bedanya antara orang bernafsu dan tidak bernafsu? Dimana orang yang sedang bermesaraan itu adalah dua orang yang saling terpikat ,tertarik,dan terjerat oleh nafsu ,sedangkan dua orang yang bekerja di kantor yang sama dipertemukan untuk bekerja ,bukan untuk saling terpikat ,tertarik ,dan terjerat oleh nafsu?
Beberapa teman di pesantern ini mengatakan kepada saya bahwa yang disebut khalwat tetaplah khalwat tanpa dimengerti maksud dan tujuannya dan aktivitas selama berkhalwat ? saya tidak sependapat dengan masalah ini ,seorang pecundang yang melanggar hokum positif saja baru bisa dijatuhi hukuman ketika ditemukan alasan yang kuat kenapa dia bisa sampai diajtuhi hokum ,lalu bagaimana bisa khalwat tanpa bisa dimengerti alas an-alasannya .Syariat Allah itu ada untuk kemaslahatan manusia tetapi bagaimana kita bisa rasakan maslahatnya ketika kita tidak memahami,dengan akal syariat Allah itu sendiri ,bagi saya Islam itu tidak hanya untuk dipraktikkan tetapi juga dipikirkan ,Saya tidak bisa mempraktikkan ajaran islam tanpa saya mengerti dan memahami ajaran islam tersebut ,,saya menolak bahwa saya dikatakan berkhalwat dengan Aisyah ..sedangkan antara saya dan dia tidak saling ketertarikan ,keterpikatan ,keterjeratan dalam nafsu syahwatiyah,,,,,,,’( gila ne orang …hebat betul analoginya hehe. Gak berdasar lagi Cuma pakai logika doing ...) 

Lalu bagaimana menurutmu daeng ikbal terhadap ayat yang mengatakan bahwa  "Katakanlah kepada orang-orang laki-laki yang beriman "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, apa yang mereka perbuat."( Q.surat An nur 30 ),
 Maaf kyai ,kalau tidak salah  kyai  mengatakan bahwa ayat tersebut berbunyi “menahan pandangan ,menurut saya ,menahan pandangan itu bukan berarti tidak boleh melihat perempuan asing ,tidak pula berarti memalingkan muka –untuk tidak memandang perempuan asing .jadi saya menolak pengertian “menahan pandangan “sebagai memejamkan mata ,memalingkan wajah,,dan menghindari pandangan terhadap perempuan asing menahan pandangan menurut saya adalah menahan diri pandangan dorongan syahwat terhadap perempuan asing “ ( hehe ini dia penyebabnya di tafsirkan menurut pendapatnya aja sendiri melalui al qur’an terjemahan Sebab penerjemahan dari suatu bahasa ke bahasa lain memang akan selalu mengalami penurunan kualitas pesan. Dan akan menjadi fatal bila terkait dengan kandungan hukum.Para ahli fiqih sebenarnya sudah menjelaskan sejak dahulu bahwa syarat paling esensial untuk memahami Al-Quran dan menarik kesimpulan hukum adalah dengan menguasai bahasa arab. Bukan hanya grammarnya saja, tetapi sekalian juga rasa bahasanya.Dan sebuah penerjemahan akan menghilangkan rasa bahasa yang original bahkan seringkali menghasilkan bias maknanya. Salah satu kasusnya.Memang benar bahwa kata ”hendaklah” dalam rasa bahasa kita tidak menjadi kewajiban, hanya terbatas pada himbauan, anjuran atau saran. Artinya, bila tidak dikerjakan karena suatu hal tertentu, maka tidak mengapa hukumnya.Sebenarnya yang terjadi adalah kesalahan atau keterpelesetan ketika menterjemahkan. Terjemahan yang benar dari ayat yang anda tanyakan itu sebenarnya buka ”hendaklah”, tetapi: ”wajiblah”.Pokok masalahnya adalah penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia oleh Departemen Agama memang agak kurang tepat. Sebab terjemahannya menggunakan kata “hendaklah”. Padahal secara rasa bahasa, banyak orang yang memahami kalau penggunaan kata “hendaklah” tidak bermakna perintah, melainkan himbauan. Dan himbauan tidak sama dengan perintah.Itulah mengapa banyak orang yang hanya membaca terjemahan Depag, lantas keliru dalam memahami nilai hukum yang ada dalam Al-Quran. Salah satunya karena begitu banyak kata perintah hanya diterjemahkan sebagai “hendaklah…makanya nie Iqbal yang gak tau bahasa arab tersesat loh…))
Neh lagi petikan novel yang bikin gress..
“ saya mencintai Zaenab dengan hati saya ,saya menyentuh prisilia dengan jiwa saya ,saya meminta ijin untuk mencium  Zaenab sebagaimana saya mencium mushaf Al Quran al karim : sebagaimana para tamu Allah yang menciumi ka’bah lalu dimana letak kesalahan saya ?jika saya disalahkan ,harusnya para santri yang lain juga menyalahkan perbuatan mereka sendiri yang suka mencium mushaf ketika mereka selasai membacanya ,para santri juga harus menyalahkan para tamu Allah yang tengah mencium ka’bah demi kemuliaannya”.( hehe ni Banyak kalangan pesantren yang salah bahwa tidak boleh sebenarnya mencium Al qur’an ..dengan sebegitunya sehabis baca Al Q ur’an dan banyak kalangan juga  punya pendirian tertentu dalam menyikapi hal ini, mereka mengatakan, “Ada apa dengan mencium mushaf? Bukankah ini hanya untuk menampakkan sikap membesarkan dan mengagungkan Al Qur’an?“, kita katakan kepada mereka, “Kalian benar, tak ada apa-apa melainkan hanya pengagungan terhadap Al Qur’anul Karim, tetapi perhatikanlah, apakah sikap pengagungan ini luput atas generasi umat yang pertama, yang mereka tiada lain adalah para sahabat Rosulullah demikian pula para tabi’in dan para tabi’ut tabi’in setelahnya?” Tidak ragu lagi jawabannya adalah seperti jawaban Ulama Salaf, ” Jika perkara itu baik, tentu mereka akan mendahului kita padanya“.“Hai saudaraku, apakah Rasulullah tidak mengagungkan Al Qur`an? Tidak ragu lagi bahwa beliau mengagungkan Al Qur`an, walau demikian beliau tidak menciumnya“.
Dan mengenai mencium ka’bah yang benar itu hajar aswad yah …Di sini perlu saya paparkan suatu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari sahabat Abbas bin Rabi’ah, ia berkata, “Aku melihat Umar bin Khoththob mencium hajar aswad dan berkata, “Sesungguhnya aku tahu engkau adalah batu, tidak dapat memberi mudharat tidak pula memberi manfa’at, sekiranya bukan karena Aku telah melihat Rasulullah menciummu Aku tak akan menciummu”".


Posting Komentar