Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Test link

Ramadhan Syndrome by Iis Luphchemy

Alhamdulillah, Segala puji memang hanya milik Allah dan tidak ada yang patut kita puji selain Allah. Tahun ini Allah masih begitu baik kepada saya dengan kembali mempertemukan saya dengan bulan suci Ramadhan jika dalam empat hari ke depan tidak ada yang menghalangi untuk bertemu kembali dengan Ramadhan. Marhaban Yaa Ramadhan
Saya selaku pribadi yang berdosa dan tidak luput dari salah, dosa, dan khilaf yang jika saya hitung kesalahan saya maka digit dalam kalkulator pun tidak cukup untuk menghitung kesalahan yang saya lakukan. Hubungan saya terhadap Allah terlebih dengan hubungan saya kepada sebangsa saya bangsa manusia dan hubungan saya dengan makhluk yang berbeda bangsa dengan saya. Oleh karena itu, saya meminta maaf dari lubuk hati terdalam saya dengan segala kerendahan hati.
Bulan Ramadhan yang disambut dengan euphoria yang luar biasa. Bahkan seluruh tayangan tv yang biasanya menayangkan hal-hal yang kurang bermoral kali ini menyambut ramadhan dengan ikut menampilkan tayangan-tayangan yang lebih bermanfaat dari sebelumnya. Setidaknya hal ini jauh lebih baik jika kita bandingkan dengan 11 bulan yang hampa dengan tontongan yang bermanfaat. Hanya berapa stasiun tv yang dianggap cukup mendidik selebihnya nihil. Hal inilah yang membuat saya sangat malas untuk lama-lama menatap layar berukuran 21 inci yang ada diruang tamuku. Ini baru sambutan yang dahsyat dari tayangan tv belum lagi dengan bagaimana kehebatan penyambutan ramadhan yang dilakukan oleh tiap-tiap individu. Subhanallah. Mukenah baru disiapkan hanya untuk mendatangi mesjid pada saat shalat tarwih. Budjet yang disiapkan untuk tiap-tiap keluarga dilipat gandakan pada bulan Ramadhan untuk dapat menyantap sahur dan buka puasa kesukaan keluarga, member ta’jil buka puasa, menyambut hari Raya dengan baju baru, kue lebaran, dan santapan khas hari raya.
Sydrome Ramadhan pun mulai terjadi. Dimana-mana mesjid penuh sesak dengan orang yang ingin beribadah. Kalau biasanya dimesjid tempat saya berkecimpung hanya terisi  3 shaf paling banyak untuk jamaah pria dan 1 shaf paling banyak untuk wanita, kali ini dipenuhi sesak oleh jamaah. Dimana-mana terdengar lantunan ayat suci Al-Quran yang dibaca oleh tiap insan yang berniat untuk mengkhatamkan bacaan al- Qurannya. Orang-orang yang bersedekah, berzakat, dan berinfaq meningkat dan tidak seperti biasanya. Hal yang sudah menjadi kebiasaan setiap tahunnya. 1 bulan penuh disiapkan untuk beribadah secara total, mengingat janji Allah yang akan melipat gandakan amalan di bulan suci Ramadhan. Wanita yang sebelumnya mempertontonkan aurat secara berlebihan ekslusif di bulan Ramadhan menutup aurat rapat-rapat dan jika ditanya alasan dengan sangat klasik pada umumnya menjawab “Demi menghormati bulan Ramadhan”. Betapa terhormatnya Ramadhan di mata seluruh umat yang mengaku dirnya adalah seorang muslim.
Lantas apa sebenarnya makna Ramadhan bagi umat muslim?. Diawal ramadhan mesjid penuh sesak dan lantunan ayat suci bergema dengan indah lantas bisa kita bandingkan bagaimana dengan 10 ramadhan terakhir yang merupakan puncak ibadah kita sebagai seorang muslim. Mesjid mulai kosong, shaf demi shaf berkurang seiring dengan berakhirnya Ramadhan. Saya ingat betul bagaimana ironisnya hal ini terjadi, setiap tahun di mesjid dimana saya berkecimpung setiap awal ramadhan mesjid selalu penuh sesak lantas dalam 10 ramadhan terakhir hanya tinggal 2 shaf yang tersisa untuk pria dan 2 shaf yang tersisa untuk wanita padahal keutamaan Ramadhan ada pada 10 terakhir Ramadhan. Yang ramai pada hari-hari terakhir Ramadhan tidak lagi mesjid akan tetapi pusat perbelanjaan. Semua makhluk sibuk mempersiapka hari raya Idul Fitri yang mereka anggap hari kemenangan. Ibu-ibu rela membatalkan ibadah puasa yang wajib hanya untuk berburu bahan kue, bahan makanan, dan baju baru di pusat perbelanjaan yang penuh sesak dengan orang demi mempersiapkan Idul Fitri yang mereka anggap hari kemenangan. Bagaimana bisa memperoleh kemenangan lantas diakhiri dengan sesuatu yang buruk. Hanya sedikit orang yang masih tetap istiqamah dengan ibadahnya diakhir Ramadhan malah menambah ibadah mereka pada akhir-akhir ramadhan. Semoga segenap dari kita tergolong demikian. Amin.
Hal ini baru perubahan yang tidak seberapa dari Ramadhan Syndrome. Sebenarnya apa yang menjadi tujuan atau niat awal kita dalam menjalankan ibadah puasa?. Seperti dengan apa yang Allah firmankan bahwa tujuan kita berpuasa agar menjadi orang yang bertakwa. Lantas apa yang kita maksud dengan takwa setelah menjalankan ibadah puasa?. Bukan takwa yang kita dapatkan malahan kembali bermetamorfosa menjadi wujudnya semula. Tidak ada lagi yang menegakkan shalat, mesjid tidak lagi penuh seperti biasanya, tidak ada lagi yang melantunkan ayat Al-Quran dengan bergemanya, tidak ada lagi yang menjalankan ibadah puasa sunnah untuk menambah ketakwaan, bahkan wanita yang selama bulan suci Ramadhan menutup aurat dengan rapat setelah Ramadhan kembali mengumbar aurat dengan perasaan tidak bersalah padahal hakikat dari menutup aurat bagi wanita adalah untuk menjaganya dan apabila ditanya maka umumnya akan berdalih bahwa Ramadhan telah berlalu.
Sungguh miris melihat realita yang seperti ini. Bahkan biasa terpikir dalam benak saya, mengapa tidak setiap bulan saja bulan Ramadhan agar semua orang tetap istiqamah pada ajaran yang dipegangnya dan bukan hanya menjadi trend dalam sebulan saja. Semoga kita semua tidak tergolong yang demikian itu.Perbaiki nawaitu kita untuk menyambut Ramadhan agar Ramadhan Syndrome tidak menimpa kita semua dan kita bisa tetap konsisten dengan ajaran yang kita yakini kebenarannya karena kemuliaan seseorang dimata Allah tidak diukur dari harta, jabatan, dan segala sesuatu yang bersifat duniawi tetapi kemuliaan seseorang di mata Allah diukur dari seberapa takwa dan cinta kita kepada Allah dengan tetap berpegang teguh dengan segala perintah-Nya.

Posting Komentar