"Bagaimana Media Televisi meracuni kita?"
6 min read
Propaganda media adalah usaha dengan sengaja dan sistematis, untuk
membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan mengarahkan kelakuan
untuk mendapatkan reaksi yang diinginkan yang disebarkan melalui media
massa. Sedangkan media propaganda adalah media yang digunakan sebagai
alat untuk propaganda kelompok tertentu.
Televisi di indonesia terutama yang gratisan alias tanpa harus
membayar(hanya bayar listrik saja)untuk bisa menonton setiap acara di
stasiun tv tersebut ada 10 stasiun tv nasional plus tv2 lokal yang ada
di beberapa daerah,dan kita semua sudah tau siapa pemilik masing2 tv
tersebut,,GLOBAL,MNC,danRCTI satu boss yaitu HARY TANUSUDIBYO,sementara
TRANS dan TRANS 7 milik CHAIRUL TANJUNG,METRO TV milik SURYA PALOH,SCTV
dan INDOSIAR pemilik(kurang tau)yang puya info silahkan di
share,sedangkan ANTV dan TVONE milik ABURIZAL BAKRIE..
Apa hubunganya dengan propaganda sesui dengan judul,,kita semua tau
bahwa media yang tersebut diatas adalah televisi yang bisa dinikmati
secara gratis oleh masyarakat indonesia sampai detik ini,masih jauh dari
yang namanya NETRAL dalam menyikapi setiap masalah yang ada dan
terkesan PROVOKATIF
lebih sial lagi, tv sekarang menjadi “malaikat” bagi sebagian masyarakat
Indonesia. Seakan orang-orang kini mengikuti segala macam petunjuk yang
di tunjukkan di televisi dan televisi di jadikan sebagai referensi
hidup.
Seperti yang dikutip Dan Nimmo dalam
bukunya Komunikasi Politik (2004) menyebutkan bahwa Propaganda sebagai
komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok terorganisasi yangingin
menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan-tindakan suatu massa
yang terdiriatas individu-individu, dipersatukan secara psikologis melalui
manipulasi psikologis dandigabungkan di dalam suatu organisasi
Berikut ini beberapa Proganda dalam media televisi indonesia
1) Metro TV
Memprovokasi dan memproganda bahwa rohis di sekolah itu teroris. Mereka membuat seolah-olah rohis adalah pintu masuk teroris untuk merekrut anggota mereka.Metro TV menyebutkan bahwa pola rekrutmen teroris muda ada 5 yakni:
1. Sasarannya siswa SMP akhir-SMA dari sekolah-sekolah umum.
2. Masuk melalui program ekstra kurikuler di masjid-masjid sekolah.
3. Siswa-siswi yang terlihat tertarik kemudian diajak diskusi di luar sekolah.
4. Dijejali berbagai kondisi sosisl yang buruk, penguasa korup, keadilan tidak
seimbang.
5. Dijejali dengan doktrin bahwa penguasa adalah thaghut/kafir/musuh.
Dalam klarifikasinya, ,pihak Metro TV mengaku dalam acara tersebut tidak menyebutkan organisasi Rohis.
walaupun misalnya tidak menyebutkan kata rohis dalam siaran tsb,,tapi kan
di teks nya ada "Masuk di ekstrakurikuler masjid2 sekolah"..apa metro tv tidak menyadari kebodohannya??itu kan sama saja.
Berbekal hasil pendapat dan pengamatan dr seorang profesor universitas terkenal yg saat itu mjd narasumber, Metro TV langsung mem-publish hasil pendapat dan ‘pengamatan’ profesor yg menyimpulkan bahwa ekstrakurikuler yg ber-’basecamp’ di masjid-masjid sekolah adalah cikal bakalnya teroris baru (muda). Dan hasil pengamatan tsb tanpa pikir panjang langsung dipublish tanpa melakukan filterisasi terlebih dahulu. Tentunya hal tsb membuat pelajar dan alumni ‘ROHIS’ marah dan tersinggung.
Metro TV seolah tanpa tanggung jwb ‘melempar’ opini dan menyerahkan kesimpulan kpd masyarakat mengenai ‘hasil’ pengamatan profesor tsb yg secara tdk langsng menyebut bahwa ‘ROHIS’ adalah cikal bakal lahirnya teroris baru. Siswa-siswi ‘ROHIS’ tentu tdk terima atas pemberitaan tsb. Gelombang protes pun dilancarkan kpd Metro TV. Pada akhirnya Metro TV memang telah meminta maaf atas kesalah pahaman tsb, perlu digaris bawahi ‘meminta maaf atas kesalah pahaman‘, namun bukan meminta maaf telah ‘membantu’ menyebarkan opini yg ‘menggiring’ bahwa ‘ROHIS’ adlh cikal bakal teroris baru.
Walaupun sudah ‘meminta maaf’ pun, Metro TV masih sempat-sempatnya ‘membela diri’. Dengan mencoba ‘bermain’ kata, Metro TV tetap bersikeras bahwa mereka tdk menyebut kata ‘ROHIS’, namun anehnya pihak Metro TV tdk menjelaskan apa ekstrakurikuler yg dimaksud tsb?
Yah begitulah, seenaknya ‘melempar’ opini dan menyerahkan kesimpulan kpd masyarakat, namun ketika masyarakat marah dan tersinggung, mereka dg ‘enteng’-nya meminta maaf atas kesalah pahamannya saja, itupun minta maaf hanya dilakukan di website mereka, bukan di televisi (koreksi jika saya salah) sebagaimana mereka menyiarkan pemberitaan yg menyakiti orang lain tsb. Padahal tdk semua org yg menonton acara Metro TV itu suka membuka website mereka.
2) Trans 7 dan Trans Tv
Pada bulan ramdhan ,trans TV sekarang sedang
mengadakan acara konser musik dengan berbagai Band dan penyanyi laki-laki dan
perempuan yang berbusana non-Islami di bulan Romadhan dengan menamakan acara
mereka " TABLIG AKBAR " Wahai masyarakat Muslim , jangan sampai
istilah-istilah khusus islami kita yang terbentuk dari zaman lampau atas nilai
positif di selewengkan oleh oknum yang tak mempunyai pemikiran islami. Yang jadi masalah mereka pake titel "TABLIGH
AKBAR", ini bisa membuat
orang-orang yg melihat yg mereka masih
awam mengira bahwa Tabligh Akbar dikemas dengan acara seperti itu. Sungguh itu
pembodohan yang sangat NYATA di negri ini yg dilakukan oleh orang-orang yang berkedok AGAMA, Dengan pemberiyahuan
ini, teman kami juga sudah (perihal Acara ini)dilaporkan ke MUI, FPI pusat oleh
beberapa temen, semoga ada hasilnya, Sehingga mereka tidak seenaknya saja bikin
acara mengatasnamakan agama islam. Sudah jelas ini proganda nyata dalam
mengaburkan ajaran islam.
Kasus-kasus Terorisme demi pengalihan isu
Hampir semua media cetak dan elektronik macam stasiun tv ramai-ramai memberitaka penangkapan "terduga teroris". Penangkapan ini di tengah ramainya pemberitaan kasus korupsi simulator sim, yang sampai saat ini tidak jelas ujung pangkalnya. Dan tentu saja masyarakat mengira ini pengalihan isu karena berkaca dari kasus-kasus sebelumnya. Polri kerap salah tangkap
dalam kasus terorisme. Fakta Penggunaan kekerasan juga masih kerap terjadi.
Padahal Polri memiliki kode etik dalam menjalankan tugas itu. Kasus teroris di Indonesia dijadikan alat untuk menutupi dari
kasus-kasus korupsi kelas kakap, seperti Century dan Korlantas.
Pasalnya, berbagai teror yang ada muncul berdekatan dengan statemen
Ketua KPK Abraham Samad yang mengatakan semua pimpinan lembaga anti
korupsi itu untuk menaikkan status Century ke penyidikan. Media pun dengan heboh memberitakan penangkapan terduga teroris ini siang malam menutupi kasu-kasus yang lainnya. Bahkan anehya
Muhammad Thorik,Teroris tetapi lembut hatinya . pria terduga teroris yang memiliki bom rakitan Tambora menyerahkan diri . Thorik menyerahkan diri dengan alasan kangen pada keluarganya.
Bahkan TV One dg sumber dan pengetahuan yg terbatas seolah ingin mencoba mengurai jaringan teroris dlm bentuk bagan yg disertai dg foto-foto teroris. Di dlm salah satu jaringan teroris tsb ada seorg teroris yg bernama ‘Baderi’. Namun fatalnya, foto yg dipasang pd nama ‘Baderi’ bukanlah ‘Baderi’ teroris yg dimaksud, melainkan adalah ust. DR. Muhammad Arifin Badri, MA yg merupakan seorg ustadz dan juga dosen salah satu sekolah tinggi Islam di Jember lulusan Universitas Madinah Arab Saudi yg justru dakwahnya sangat menentang aksi terorisme atas nama agama. Entah apa dasarnya TV One dg ‘enteng’ memasang foto ust. Badri ke dlm salah satu jaringan teroris. Apakah karena ust. Badri berjenggot sehingga redaksi TV One sangat yakin dan tanpa segan-segan memasang foto beliau? Waallahu ‘alam.
Para pekerja media seperti ini cenderung menjual isu murahan demi mencari sensasi ..urusan akurasi berita itu nomor sekian.
para pekerja
media semacam itu selalu membutuhkan sensasi untuk menyedot perhatian
publik sehingga rating meningkat, dan iklan mengalir. Saya pernah punya
pengalaman menemani pekerja minfotainment dalam menguber dan menciptakan
isu. Dalam khasanah infotainment, akurasi atau ketepatan adalah urusan
nomor sekian. Yang pertama dimiliki adalah kemampuan mengendus mana yang
layak menjadi sensasi, dan mana yang tidak.
Pada mulanya adalah sebuah
informasi, baik benar maupun salah. Selanjutnya adalah bagaimana
memverifikasi kebenaran tersebut. Nah, upaya yang dilakukan pekerja
infotainment adalah menyodorkan dulu sebuah isu, dan terserah bagaimana
para selebritis menanggapinya. Segala reaksi marah, sedih, jengkel, atau
kesal adalah berita yang layak tayang. Nantinya, si narrator akan
membeberkan apa gossip yang sedang mendera, dan muncullan tayangan sang
artis yang mencoba diwawancarai, namun menolak memberikan komentar. Dan
segera setelah berita itu tayang, maka terbentanglah sebuah dunia baru
yang seolah jauh lebih real ketimbang dunia sesungguhnya. Dan kakak saya
adalah bagian dari dunia baru yang diciptakan media massa tersebut.